KABAREKONOMI.CO.ID, BATAM – Rencana perluasan kewenangan Badan Pengusahaan (BP) Batam dari delapan menjadi 22 pulau menuai sorotan.
Akademisi sekaligus Direktur Eksekutif Batam Labor and Public Policy (BALAPI), Rikson Tampubolon saat dihubungi Kabarekonomi.co.id, menilai kebijakan ini bukan sekadar urusan administratif, melainkan menyangkut arah pembangunan kawasan strategis nasional.
“Faktanya, hingga kini kawasan inti Batam dari pusat kota hingga Barelang belum tergarap optimal,” ujarnya, Senin (9/9/2025).
Berdasarkan data Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM), realisasi investasi Batam pada semester I tahun 2025 mencapai Rp18,18 triliun atau 49,15 persen dari target nasional sebesar Rp36,99 triliun. Namun, investasi tersebut masih terpusat di wilayah perkotaan, sementara kawasan penyangga seperti Rempang–Galang tetap tertinggal.
Menurut Rikson, masalah mendasar dari rencana perluasan ini adalah absennya kajian ilmiah dan evaluasi komprehensif. Publik, katanya, berhak mempertanyakan apakah konflik alokasi lahan, sengketa masyarakat, hingga lemahnya kepastian hukum di kawasan eksisting sudah benar-benar diselesaikan.
“Tanpa jawaban yang meyakinkan, kebijakan ini rawan menimbulkan kesan pengulangan kegagalan masa lalu. Paradigma ‘ekspansi lahan’ lebih diutamakan ketimbang konsolidasi tata kelola,” tegasnya.