Apindo Batam : Pemerintah Pusat Harusnya Dorong Pembukaan Lapangan Kerja, Bukan ‘Urusi’ Usia Melamar

KABAREKONOMI.CO.ID, Batam – Pemerintah Pusat melalui Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli berharap tidak ada diskriminasi usia dalam rekrutmen tenaga kerja. Sehingga semua orang mendapatkan kesempatan yang sama untuk bekerja.

“Kami ingin tidak ada diskriminasi, kami ingin semua lapangan kerja itu terbuka buat siapa pun,” ucap Yassierli dikutip dari laman Antara, Kamis (15/5/2025).

Bacaan Lainnya

Pihaknya juga menegaskan akan menyisir regulasi terkait hambatan-hambatan sejenis dengan batas usia kerja. Hal itu untuk memperluas kesempatan bagi masyarakat. 

Merespon hal tersebut, Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Kota Batam, Rafki Rasyid menegaskan bahwa tidak ada masalah asalkan Pemerintah Pusat mau membuat aturan agar tidak mencantumkan syarat usia di pengumuman lowongan pekerjaan.

“Akan tetapi, saya kurang setuju kalau dikatakan pencantuman batas usia itu menjadi penghambat penyerapan pekerjaan,” tegasnya.

Berdasarkan data yang dimilikinya, Pengangguran terbuka didominasi oleh usia muda 18 hingga 25 tahun. Yaitu usia yang banyak dicantumkan di pengumuman lowongan pekerjaan.

Dimana Usia di atas 30 atau 40 justru tidak banyak lagi yang menganggur. Pengangguran lebih tinggi justru dikelompok usia muda.

“Kalaupun dibuat kebijakan penghapusan syarat usia itu tidak akan efektif menurut saya. Karena perusahaan bisa saja tidak mencantumkan syarat usia, namun disaat ada yang melamar dan dianggap sudah lewat usia di CV nya, perusahaan bisa saja tidak memprosesnya lebih lanjut,” tegasnya.

Kewenangan itu l, tambahnya, ada di tangan perusahaan penerima pekerja. Pemerintah tidak mungkin mengurus sampai terlalu dalam urusan internal perusahaan.

Mengingat, kebutuhan, syarat, dan kualifikasi pelamar kerja yang dibutuhkan itu perusahaan yang tahu.

“Dimana disesuaikan dengan kebutuhan mereka untuk menjalankan bisnis. Pemerintah tidak boleh juga sampai mencampuri sejauh itu,” tegasnya

Perusahaan biasanya menentukan batas usia di lowongan pekerjaan itu untuk mempermudah seleksi. Biasanya untuk lowongan jabatan yang tidak membutuhkan keahlian khusus.

Jika yang dibutuhkan adalah tenaga ahli, maka perusahaan tidak akan mencantumkan batasan usia di lamaran. Pelamar kerja yang sudah berusia di atas 30 tahun biasanya juga sudah mengupgrade dirinya dengan bekal keahlian tertentu.

Jadi tidak akan begitu terpengaruh dengan batasan usia di lowongan pekerjaan.

“Kita tentunya memahami niat baik pemerintah mau membuat aturan soal batasan usia di lowongan pekerjaan tersebut. Namun kita harapkan dikaji lagi efektifitas pemberlakuannya. Kalau hanya tercantum sebatas kebijakan tertulis namun sulit diimplementasikan, maka sebaiknya dibiarkan saja perusahaan mencari calon karyawannya sesuai dengan kebutuhan perusahaan itu sendiri,” tegasnya.

Okrh karena itu, Pemerintah juga harus mempertimbangkan investor asing dalam hal ini. Ketika terlalu banyak aturan yang dibuat mengatur urusan internal perusahaan bisa saja ditanggapi secara negatif oleh investor asing yang ada di Indonesia.

“Jadi musti hati-hati dalam melempar wacana ataupun membuat kebijakan,” terangnya.

Pihaknya juga memandang dan meminta agar Pemerintah juga harus jeli melihat fakta hukum yang berlaku. Penghapusan batas usia di lowongan kerja ini pernah digugat ke MK. MK kemudian menolaknya. Artinya pencantuman batasan usia di lowongan pekerjaan itu tidaklah melanggar. Apalagi jika dikatakan diskriminasi.

Diskriminasinya dimana? Tidak tepat kalau membatasi usia pelamar kerja karena kebutuhan kerja itu dikatakan diskriminasi. Terlalu gegabah pengambil kebijakan dalam hal ini jika mereka menganggap hal itu diskriminasi.

“Jadi kita minta pemerintah bijak sebelum mengeluarkan kebijakan. Jangan pula terlalu sering melempar wacana ke masyarakat karena bisa mempengaruhi psikologis investor, terutama investor asing,” tegasnya.

“Kita berharap Kemenaker lebih fokus bagaimana menata aturan ketenagakerjaan yang mendorong pembukaan lapangan pekerjaan. Bukan membuat kebijakan yang terkesan menyasar pengusaha pemberi kerja. Pemberi kerja harusnya disupport agar usahanya berkembang sehingga bisa terus memperluas kesempatan kerja. Bukan malah mau dibebani dengan aturan aturan baru yang bisa mengganggu aktivitas usaha pemberi kerja,” tutupnya
(***)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *