Dalam menjaga momentum pemulihan ekonomi, BI memperkuat implementasi Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM). Kebijakan ini ditujukan agar penurunan suku bunga perbankan dapat berlangsung lebih cepat, sehingga kredit ke sektor-sektor prioritas meningkat.
“Pelonggaran makroprudensial akan terus diperkuat untuk memastikan likuiditas tersalurkan secara efektif ke sektor riil,” jelas Perry.
BI juga memperkuat agenda digitalisasi sistem pembayaran, termasuk perluasan implementasi QRIS dan penguatan kerja sama QRIS Antarnegara.
“Kebijakan sistem pembayaran diarahkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi melalui perluasan akseptasi pembayaran digital dan penguatan infrastruktur,” ungkapnya.
Dalam kesempatan yang sama, BI merinci tujuh langkah kebijakan yang menjadi fokus bauran moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran:
1. Stabilisasi Rupiah melalui intervensi di pasar spot, NDF luar negeri, DNDF domestik, serta pembelian SBN di pasar sekunder.
2. Penguatan operasi moneter pro-market, termasuk pengelolaan suku bunga instrumen moneter, penerbitan SRBI, dan perluasan instrumen valas CNY dan JPY.
3. Pendalaman pasar uang dan valas, melalui penguatan BI-FRN, OIS, dealer utama, serta pengembangan instrumen transaksi berbagai mata uang untuk mendukung LCT.
4. Peningkatan efektivitas KLM untuk mendorong penyaluran kredit ke sektor prioritas pemerintah.
5. Transparansi SBDK yang diperdalam dengan fokus pada sektor prioritas.
6. Percepatan pembayaran digital, termasuk literasi PJP, merchant, masyarakat, dan penguatan QRIS internasional.
7. Penataan industri sistem pembayaran, terutama aspek manajemen risiko dan infrastruktur teknologi.
Dengan mempertahankan suku bunga acuan dan memperkuat bauran kebijakan, Bank Indonesia menegaskan komitmennya menjaga stabilitas makroekonomi sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi.
“Kami akan terus menjalankan kebijakan yang pro-stabilitas dan pro-pertumbuhan secara seimbang,” tutup Perry. (Iman)
