KABAREKONOMI.CO.ID, JAKARTA – Kantor Bank Indonesia Perwakilan Provinsi Kepulauan Riau (KPwBI Kepri) ‘menggaris-bawahi’ akan pentingnya kualitas dan dampak pemberitaan ekonomi bagi masyarakat. Khususnya di wilayah kerja KPwBI Kepri.
Hal tersebut diungkapkkan Asisten Direktur BI Perwakilan Provinsi Kepri, Adik Afrinaldi disela-sela Capacity Building Kehumasan Tahun 2025 yang digelar di Antara Heritage Centre, Jakarta, Selasa (29/7/2025).
Untuk itu, penyampaian informasi ekonomi yang tepat dapat berpengaruh signifikan terhadap suatu daerah hingga pertumbuhan ekonomi menjadi pehatiannya.
“Semoga melalui kegiatan Capacity Building Kehumasan ini, dapat memberikan manfaat bagi jurnalis dalam memperluas pengetahuannya khususnya dalam pemberitaan ekonomi. Sehingga bisa menghasilkan sinergi dalam sebuah informasi yang mudah dipahami dan di mengerti oleh masyarakat,” terangnya.
Sementara itu, Koordinator Liputan Ekonomi LKBN Antara, Indra Arief Pribadi yang saat t menjadi narasumber menegaskan bahwa Jurnalis di bidang ekonomi harus mampu dan dituntut untuk mengumpulkan informasi dari berbagai sumber, memverifikasi keakuratan, dan menyebarluaskannya melalui berbagai platform media.
“Berita ekonomi yang berkualitas harus aktual, didasarkan pada fakta yang dapat diverifikasi, bukan opini atau spekulasi. Sekaligus mengingatkan agar berita yang disampaikan harus objektif, tanpa memasukkan pandangan pribadi, serta menggunakan bahasa yang jelas dan ringkas,” terangnya.
Disisi lain, Jurnalis Senior LKBN Antara, M Arief Iskandar mengajak seluruh jurnalis untuk bisa mencermati beragam fenomena yang mangarah pada berita Hoaks.
Bahkan pria berkacamata ini pun memaparkan beragam contoh-contoh hoaks yang hingga saat ini masih menjadi catatan penting bagi Jurnalis di seluruh Indonesia.
Diantaranya, fenomenaa kebohongan anak mengaji dalam perut terjadi pada tahun 1970-an. Dimana beredar berita tentang bayi ajaib dalam kandungan ibunya yang bisa berbicara dan membaca Al-Quran. Perempuan yang dikabarkan mengandung bayi ajaib itu bernama Cut Zahara Fona asal Aceh.
Walhasil masyarakat pun berbondong-bondong mendatangi rumah Cut Zahara Fona. Mereka ingin menjadi saksi atas fenomena ajaib itu. Bahkan Mereka rela antre demi bisa menempelkan kuping di perut si ibu dan mendengar langsung janinnya berbicara dan membaca Al-Quran.
“Publik akhirnya mengetahui bila Cut Zahara Fona sebetulnya sekadar cari uang dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi pada masa itu. Pada era 1970-an, tape recorder yang masih asing di Indonesia,” terangnya.
Selain itu, tambahnya, Hoaks selanjutnya adalah kesaksian Nayirah yang memberikan kesaksian palsu. Dan kesaksian ini diliput dan disebarluaskan oleh media. Sejumlah senator dan Presiden George H. W. Bush menggunakan kesaksian ini sebagai salah satu alasan mendukung Kuwait dalam Perang Teluk.
Dalam kesaksiannya yang penuh emosi, Nayirah menyatakan bahwa usai invasi Irak ke Kuwait, ia melihat tentara Irak mengeluarkan bayi-bayi dari inkubator di sebuah rumah sakit di Kuwait, mengambil inkubatornya, dan membiarkan bayi-bayi tersebut meninggal.
“untuk itu, sebagai awak media yang paham akan kaidah-kaidah jurnalistik harus bisa membedakan berita maupun informasi hoaks. Sehingga tidak dimanfaatkan orang-orang yang memiliki kepentingan tertentu,” tegasnya.
Cara pembedanya antara lain dengan, mencari kebenaran atau bukti (Evidence) dari tulisan atau informasi yang didapat. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mencari apa yang disampaikan berita tersebut lagi di Internet melalui laman lain yang lebih kredibel.
Kemudian, harus mengetahui sumber dari berita ini. Hal ini dapat dilakukan dengan menanyakan orang yang menyebarkan berita atau informasi. “Selanjutnya, kita juga harus mengetahui konteks dari berita atau informasi yang kita terima. Terakhir, terkait eksekusi. Eksekusi memiliki makna cara penulisan dan pembuatan berita yang ditampilkan. Kualitas tulisan, kerapihan tata bahasa, dan gambar yang tertera pada berita yang kurang baik dapat mengindikasikan bahwa berita tersebut adalah hoaks,” tutupnya. (iman)