Ia menegaskan bahwa BP Batam tetap berkomitmen menjaga keberlanjutan proyek yang digadang-gadang akan menjadi simbol modernisasi transportasi udara di Kepulauan Riau tersebut.
“Kami ingin pembangunan bandara bisa dipercepat dan dilaksanakan dengan hasil yang lebih baik,” tambahnya.
Terminal Kargo Mangkrak Dua Tahun
Selain persoalan Terminal 2, perhatian juga tertuju pada Terminal Kargo Bandara Hang Nadim yang telah rampung hampir dua tahun lalu namun hingga kini belum difungsikan. Menanggapi hal itu, Amsakar menyebut belum ada laporan resmi dari PT BIB terkait dugaan ketidaksesuaian spesifikasi bangunan seperti yang sempat beredar di publik.
“Kalau memang ada perbedaan spesifikasi, seharusnya disampaikan secara resmi. Dalam delapan bulan terakhir, tidak ada surat yang menyinggung hal itu,” tegasnya.
Amsakar menilai isu yang berkembang hanya bersifat teknis dan bukan terkait struktur bangunan.
“Itu cuma masalah peralatan seperti X-ray yang belum lengkap. Jika dananya tersedia, pasti kami lengkapi. Bukan masalah bangunan,” ujarnya.
Ia juga menyayangkan apabila persoalan internal konsorsium dipublikasikan ke media sebelum diselesaikan secara internal.
“Masalah seperti ini sebaiknya dibahas secara internal terlebih dahulu sebelum muncul ke publik,” tutupnya.
Sebelumnya, langkah mundur WIKA dari proyek Terminal 2 turut mendapat perhatian dari Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Kepulauan Riau. Kepala perwakilan, Dr. Lagat Parroha Patar Siadari, menilai keputusan tersebut bisa membawa dampak besar terhadap kelanjutan pembangunan.
“Jika WIKA mundur, tentu berpengaruh pada perjanjian antara BP Batam dan BIB. Karena BIB merupakan perpanjangan tangan BP Batam dalam pengembangan kawasan bandara yang sudah ditetapkan sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Bila proyek Terminal 2 gagal, itu juga menjadi tanggung jawab BP Batam,” ujarnya, Jumat (7/11/2025) lalu.
Lagat juga menyoroti minimnya transparansi kontrak kerja sama antara BP Batam dan BIB yang membuat publik sulit menilai sejauh mana tanggung jawab hukum dan finansial kedua pihak.
“Apakah ada konsekuensi hukum terhadap BIB atau BP Batam akibat kegagalan ini? Kita tidak tahu karena kontraknya tidak pernah dibuka ke publik,” tegasnya.
Menurut Lagat, proyek Terminal 2 memiliki nilai strategis bagi pengembangan ekonomi Batam yang selama ini didorong untuk menjadi pusat logistik dan manufaktur berorientasi ekspor. Pemerintah bahkan telah menggelontorkan anggaran ratusan miliar rupiah untuk memperlebar akses jalan menuju bandara menjadi lima lajur sebagai penunjang mobilitas logistik.
“Kalau Terminal 2 tidak jadi, investasi besar itu akan sia-sia. BP Batam harus ikut mencari solusi,” pungkasnya.
Meski diwarnai tantangan, BP Batam menegaskan tetap berkomitmen menyelesaikan proyek Terminal 2 dengan standar kualitas internasional. Pihaknya akan menunggu hasil evaluasi mendalam sebelum mengambil langkah lanjutan terkait posisi WIKA dan rencana pengganti kontraktor.
“Kami berharap proses ini bisa cepat tuntas. Bandara Hang Nadim adalah simbol pertumbuhan ekonomi Batam. Pembangunan Terminal 2 harus dilanjutkan agar manfaat ekonominya bisa segera dirasakan masyarakat,” ujar Amsakar menutup pernyataannya.(Iman Suryanto)









