Dari Kompor ke Kampus: Kisah Pedagang Pempek yang Sukses Sekolahkan Anak Berkat Dukungan PGN

Pihaknya menegaskan, dalam satu harinya usahanya mengolah 10 kg ikan guna dijadikan 700 ragam pempek dengan omzet satu harinya mencapai Rp1,5 jutaan. Dan dalam sebulan pihaknya mampu mengumpulkan omzet bersih puluhan juta rupiah.

Dengan kondisi tersebut, tentunya pihaknya membutuhkan kondisi api dari jaringan gas yang berkualitas sehingga kuliner khasnya tersebut matang dan siap saji untuk pelanggan mereka. Dahulu, untuk mendapatkan tabung gas elpiji 3 kg terbilang sulit.

Bacaan Lainnya

Pihaknya pun mengakui, kalau pun ‘dapat’ gas elpiji penggantinya tentunya harus menunggu kembali untuk memasak. Mengingat, panasnya minyak dari pembakaran api juga sangat mempengaruhi kualitas kulinernya.

“Dahulu, sebelum ada jargas ini. Saat memasak tiba-tiba gasnya habis langsung bingung. Dan kami harus kesana dan kemari mencarinya guna memasak pempek dengan api yang bagus. Kalau ‘mati’ memasak di tengah jalan, tentunya kualitas pempek yang kami punya tidak bagus dan ‘nanggung’. Dan bisa dikomplain pembeli,” tegasnya.

Selain itu, tambah ayah tiga anak ini, terkadang pihaknya mengeluhkan akan kapasitas gas elpiji 3 Kg yang diterimanya.

Berdasarkan pengalamannya, banyak ditemui adanya kejanggalan saat menggunakan tabung gas elpiji 3 kg tersebut.

Diantaranya, sesuai beratnya (3 kg) terkadang pihaknya tidak bisa menikmati secara keseluruhan isi gas dalam tabung tersebut. Mengingat, ada saja isi dalam tabung gas yang diterimanya tidak selalu terisi 3 Kg.

“Terkadang, saat kita gunakan gas elpiji 3 kg ini tidak semuanya habis. Kadang-kadang baru terpakai 2,5 kg ataupun 2 kg tiba-tiba udah habis. Dan saya tidak tahu dimana kesalahannya. Berdasarkan pengalaman saya seperti itu. Dalam sebulan itu, kadang bisa lebih dari 23 tabung sebenarnya, akibat isi di dalamnya tidak full,” tegasnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *