Sebagaimana diketahui, PP 25/2025 adalah perubahan atas PP 41/2021 yang mengatur Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB). Salah satu inti dari PP ini adalah pelimpahan sebagian kewenangan perizinan berusaha, termasuk persetujuan lingkungan dan izin teknis, ke BP Batam, khususnya di dalam KPBPB. Dalam praktiknya, PP ini berlaku sejak 3 Juni 2025.
Sebelumnya, Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam, Amsakar Achmad saat diskusi bersama awak media beberapa waktu lalu menyatakan bahwa PP 25 dan PP 28 akan menjadi “energi baru” untuk memperkuat kepastian usaha dan keselarasan kebijakan pusat-daerah, agar iklim investasi semakin kompetitif.
Mereka sedang menyiapkan regulasi turunan seperti Peraturan Kepala (Perka), SOP, petunjuk teknis, agar transisi pelimpahan kewenangan tidak membingungkan pelaku usaha.
Bahan Amsakar Achmad, menyebut bahwa perubahan ini merupakan “penyempurnaan teknis” dari PP sebelumnya, bukan “pengambilalihan total” yang melemahkan daerah.
Menurut Amsakar, PP 25 memungkinkan seluruh izin di Batam diurus langsung di Batam, tanpa harus ke provinsi atau kementerian, sebagai bentuk kepercayaan pusat terhadap kapasitas Batam.
BP Batam mengklaim bahwa sistem perizinan yang sebelumnya bisa memakan waktu hingga 1,5 tahun kini dipangkas menjadi maksimal 60 hari sebagai bagian dari penyederhanaan birokrasi.
Dalam PP 25 disebutkan bahwa 16 sektor usaha strategis akan berada di bawah kewenangan BP Batam. Contoh sektor yang disoroti adalah reklamasi, lingkungan, pemanfaatan hutan, perizinan usaha dan sektor-sektor lain yang terkait investasi di KPBPB.
Di wilayah “hinterland” atau area di luar KPBPB Batam (seperti Belakang Padang, Bulang, serta KEK), kewenangan perizinan tetap di tangan Pemko Batam.
BP Batam mengakui bahwa pelaksanaan dan pengawasan sistem baru harus efektif dan sederhana agar tidak merugikan pelaku usaha. Mereka juga menyebut bahwa perubahan regulasi harus dilakukan bersama kementerian/instansi agar tidak terjadi tumpang tindih interpretasi.
Di tengah persiapan SOP dan regulasi teknis, pengusaha dan publik meminta kepastian, agar tidak terjadi celah hukum maupun chaos administratif. (Iman)
