Menanam padi di halaman rumah ternyata tidak serumit yang dibayangkan. “Yang penting air cukup dan pupuk teratur,” kata Ady. Ia memakai sumur galian untuk irigasi sekaligus kolam ikan. Tanah bekas tambang yang keras pun bisa diolah dengan mencampurkannya dengan cocopeat—serbuk dari sabut kelapa yang mampu menahan air hingga 300 persen dari bobotnya.
Dengan metode tabela (tanam benih langsung) dan tanpa proses penyemaian, ia hanya memerlukan waktu seminggu untuk menyiapkan lahan. Bila muncul hama, cukup semprot pestisida. Sederhana, tapi efektif.
Cocopeat inilah yang menjadi ‘kunci emas’ dalam hampir semua kegiatan bertani Ady. Bahan ini juga yang membawanya menjadi pengusaha sukses lewat perusahaan Multi Coco Indonesia (MCI) yang kini mengekspor cocopeat ke berbagai negara, termasuk China.
Berkat inovasinya mengolah limbah sabut kelapa, Ady dianugerahi sebagai Pahlawan Inovasi Teknologi oleh MNC TV pada tahun 2015.
Pekarangan Ady kini menjadi semacam laboratorium hidup. Di sana tumbuh pisang cavendish, kelengkeng, lemon, jambu jamaika, alpukat aligator, jeruk bali, sirsak madu, hingga durian musangking. Sebagian sudah berbuah dan dipanen. Ia menggunakan bibit okulasi agar tanaman lebih cepat berbuah.
Dengan semangat dan ketelatenan yang tinggi, Ady menjadikan rumahnya sebagai bukti nyata bahwa ketahanan pangan bisa dimulai dari pekarangan sendiri.
Di tengah isu ketergantungan impor beras dan sempitnya lahan pertanian di perkotaan, langkah kecil Ady menjadi inspirasi besar: bahwa revolusi pangan bisa dimulai dari halaman belakang rumah. (Iman)










