KABAREKONOMI.CO.ID, Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan bahwa percepatan digitalisasi dokumen pertanahan merupakan kunci utama untuk mempercepat penyaluran kredit perbankan.
Hal itu disampaikan Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, dalam Focus Group Discussion (FGD) nasional bertema “Penguatan Sinergi Digitalisasi Dokumen Pertanahan dalam Mendukung Penyaluran Kredit Perbankan yang Aman, Efisien, dan Terintegrasi” di Jakarta, Senin (17/11/2025).
FGD ini mempertemukan para pemangku kepentingan lintas lembaga mulai dari Komisi II DPR RI, Kementerian ATR/BPN, perbankan, notaris/PPAT, hingga asosiasi industri, untuk membahas percepatan transformasi menuju ekosistem pertanahan digital.
Dalam forum tersebut, Dian Rae menegaskan bahwa kolaborasi lintas sektor adalah prasyarat agar digitalisasi dokumen tanah—termasuk Sertipikat Tanah Elektronik (Sertipikat-el) dan Hak Tanggungan Elektronik (HT-el)—dapat berjalan optimal. Menurutnya, digitalisasi tidak hanya mempercepat proses kredit, tetapi juga mengurangi risiko administrasi, memperkuat keamanan agunan, dan meningkatkan akuntabilitas perbankan.
“OJK memfasilitasi forum lintas sektor ini agar terbangun kolaborasi yang lebih erat demi ekosistem kredit yang terintegrasi secara digital, aman, dan andal,” ujar Dian.
OJK berkomitmen terus memperkuat regulasi dan pengawasan untuk mendorong transformasi digital pertanahan sebagai enabler pembiayaan sektor produktif, UMKM, dan perumahan.
Ketua Komisi II DPR RI Muhammad Rifqinizamy Karsayuda menyatakan dukungan penuh terhadap percepatan digitalisasi pertanahan sebagai bagian dari reformasi tata kelola nasional.
Rifqi menekankan bahwa verifikasi data tanah harus dimulai dari hulu, termasuk memastikan kondisi geospasial pada daerah yang sudah menjadi “kota lengkap”. Ia juga menyerukan penguatan kewenangan BPN dalam aspek penegakan hukum.
Sementara itu, Menteri ATR/BPN Nusron Wahid menekankan pentingnya transisi yang mulus dan peran aktif perbankan dalam verifikasi dokumen agunan.
“Kita garap bersama agar semuanya clean and clear, sehingga tidak menimbulkan masalah di kemudian hari,” ujarnya.
Forum ini menjadi ruang bagi perbankan untuk menyampaikan tantangan implementasi Sertipikat-el dan HT-el. Hasil kajian OJK menunjukkan digitalisasi berpotensi mempercepat proses kredit, namun masih terdapat hambatan seperti:
1. Perbedaan standar verifikasi antarbank,
2. Belum optimalnya integrasi sistem untuk mencegah agunan ganda,
3. Kebutuhan penguatan SLA dan helpdesk,
4. Belum seragamnya pemahaman hukum atas dokumen elektronik.
5. Intermediasi Perbankan Tetap Kuat, Kredit Tumbuh Positif
Hingga September 2025, intermediasi perbankan masih solid. Kredit tumbuh 7,70% (yoy) menjadi Rp8.162,8 triliun, sementara KPR naik 7,22% (yoy) per Agustus 2025. Kondisi likuiditas yang kuat dan kebijakan moneter akomodatif menjadi penopang utama.
Sejak 2023, OJK juga telah memberikan sejumlah stimulus, seperti menurunkan bobot risiko KPR menjadi 20%—tingkat terendah saat ini, dan membuka ruang pembiayaan untuk pengadaan lahan serta proyek perumahan sejak tahap awal.
Kebijakan ini memperbesar kapasitas bank dalam menyalurkan kredit, terutama untuk sektor produktif dan perumahan.
FGD ditutup dengan komitmen bersama OJK, DPR RI, dan ATR/BPN untuk memperkuat koordinasi lintas lembaga, demi memastikan sistem digitalisasi pertanahan lebih efektif, efisien, dan aman dalam proses pembiayaan. (***)
