Lebih lanjut, Hendrik menyoroti lemahnya penegakan hukum di Batam. Menurutnya, banyak pengusaha yang tidak takut terhadap aturan, sementara aparat terkesan kurang tegas dalam mengambil langkah.
“Kalau hukum tidak bisa ditegakkan, artinya negara kalah. Ini perlu disampaikan kepada masyarakat, sekaligus menjadi dukungan moral kepada Kementerian agar tetap konsisten menegakkan hukum demi keberlanjutan lingkungan dan investasi,” katanya.
Hendrik mengingatkan bahwa lemahnya penegakan hukum lingkungan bisa berdampak luas, tidak hanya pada kerusakan ekosistem, tetapi juga pada iklim investasi di Indonesia.
“Investor butuh kepastian hukum. Kalau hukum lemah, maka yang dirugikan bukan hanya lingkungan, tetapi juga perekonomian nasional,” jelasnya.
Menanggapi pertanyaan terkait jumlah dan dampak limbah elektronik yang masuk ke Batam, Hendrik mengakui pihaknya masih melakukan pendalaman data. Namun, ia menegaskan bahwa praktik impor limbah sudah jelas dilarang oleh regulasi yang berlaku.
“Larangan limbah bukan hanya diatur dalam UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, tetapi juga dalam UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Jadi, regulasinya sudah sangat jelas,” paparnya.