PPATK Catat Ada 21 Generasi Muda di Kepri Jadi Pemain Judi Online

Kepala OJK Provinsi Kepulauan Riau, Sinar Danandjaya
Kepala OJK Provinsi Kepulauan Riau, Sinar Danandjaya

KABAREKONOMI.CO.ID, BATAM – Judi online (Judol) masih menjadi ancaman nyata bagi berbagai kalangan masyarakat. Lilitan hutang hingga tindak kriminal kerap dipicu rasa candu judol. Iming-iming keuntungan besar, tapi nyatanya kerugian besar, didapat dari judol.

Berdasarkan data Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) diketahui jumlah pemain judi online berusia di bawah 10 tahun mencapai 2 persen atau 80 ribu orang, dari total 4 juta pemain se-Indonesia.

Bacaan Lainnya

Sementara itu, sebaran pemain antara usia antara 10 tahun hingga 20 tahun sebanyak 11 persen atau kurang lebih 440 ribu orang. Kemudian usia 21 sampai dengan 30 tahun 13 persen atau 520.000 orang.

Kepala OJK Provinsi Kepulauan Riau, Sinar Danandjaya
Kepala OJK Provinsi Kepulauan Riau, Sinar Danandjaya

Dan Usia 30 sampai dengan 50 tahun sebesar 40 persen atau 1.640.000 orang dan usia di atas 50 tahun sebanyak 34% dengan jumlah 1.350.000 orang.

Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Kepri, Sinar Dananjaya menegaskan bahwa kondisi ini pun juga berimbas di wilayah Provinsi Kepri. Tercatat ada 21 orang yang berusia di bawah 16 tahun menjadi pemain utama judi online, dengan total deposit mencapai Rp717 juta.

Sementara usia 17-19 tahun diketahui sebanyak 1.374 orang dengan total deposit mencapai Rp1,036 Miliar. Dan usia 20-30 tahun tercatat ada 26.751 pemain dengan total deposit mencapai Rp118,842 Miliar.

“Berdasarkan data PPATK demikian adanya. Dimana dari jumlah ini, usia 31-40 tahun menduduki peringkat pertama dalam usia pemain Judi Online dengn total deposit mencapai Rp182,060 Miliar,” tegasnya.

Pihaknya juga mengaku sangat miris dan sedih akan maraknya generasi muda yang terlibat dalam judi online sebagai pemain. Mengingat, Judi Online sudah menjadi ancaman, tidak hanya finansial. Fenomena ini menimbulkan kerugian masalah psikologi, dampak sosial, merusak masa depan generasi muda.

“Sangat miris sekali, betapa kasus judol kini merambat juga ke pinjol ilegal,” tegasnya.

Pihaknya juga berharap agar generasi muda menjadi agen perubahan yang bisa mencegah maraknya judol. Hal tersebut menjadi salah satu langkah untuk mencetak generasi emas di tahun 2045.

Oleh karena itu, peningkatan literasi digital bisa dilakukan dengan basis komunitas, maupun mendorong keterlibatan keluarga dan lingkungan. Selain itu, penting untuk menciptakan alternatif kegiatan positif yang menarik bagi generasi muda agar mereka tidak terjerumus ke dalam judi online.

“Jadi di lingkaran pertemanan dan keluarga harus saling mengingatkan dan mendorong agar mencegah generasi muda menjadi korban Judi Online,” tegasnya.(iman)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *