Oleh: Muhammad Sayuti
Fenomena Batam sebagai “kota berprestasi” yang kerap memperoleh berbagai penghargaan pemerintah pusat maupun lembaga nasional sebenarnya mencerminkan satu hal: kapasitas administratif dan performa birokrasi yang kuat.
Namun dalam perspektif ilmu kebijakan publik dan tata kelola pemerintahan daerah, terdapat paradoks yang mulai dipertanyakan masyarakat: mengapa prestasi administratif tidak selalu sejalan dengan peningkatan kesejahteraan dan pemenuhan kebutuhan publik secara fundamental?
1. Prestasi Administratif vs Realitas Sosial
Penghargaan biasanya berbasis indikator administratif:
● laporan tepat waktu,
● inovasi pelayanan berbasis digital,
● tingkat kepatuhan tata kelola,
● keberhasilan program tertentu dalam ukuran teknokratis.
Namun, ukuran-ukuran tersebut belum tentu mencerminkan kualitas hidup masyarakat Batam seperti:
– kepastian tanah dan lahan yang masih karut-marut,
– mahalnya biaya hidup dan perumahan,
– kesenjangan fasilitas dasar di pulau-pulau penyangga,
– problem transportasi, drainase, dan banjir,
– hingga minimnya ruang publik yang layak.
Ini menunjukkan adanya asimetri antara capaian formal dan pengalaman nyata masyarakat.










