FMPBM : Investor di Batam Butuh Kepastian Hukum, Dua PP ‘Kacaukan’ Kewenangan

Ketua Aliansi Maritim Indonesia (ALMI) Kota Batam, Osman Hasyim
Ketua Aliansi Maritim Indonesia (ALMI) Kota Batam, Osman Hasyim

Selain itu, tambahnya, pernyataan Menteri Pertanian Amran juga membuktikan bahwa perundangan kementerian/lembaga bersifat absolut. Kecuali hal khusus dan terbatas pada apa yang tertuang pada UU tentang Kawasan Bebas.

Dalam analisisnya, Osman Hasyim menyoroti terbitnya PP 25/2025 dan PP 28/2025, yang menurutnya mengubah struktur kewenangan secara drastis, khususnya di Batam.

Bacaan Lainnya

Selain itu, terbitnya PP 25/2025 dan PP 28/2025 menurutnya bentuk perampasan kewenangan kementerian/lembaga dan pemerintah daerah provinsi/kota.

Ia menilai kedua peraturan tersebut justru berpotensi merampas kewenangan kementerian/lembaga dan pemerintah daerah, sehingga tidak sesuai dengan sistem pemerintahan negara.

“Saat ini yang terjadi adalah kewenangan BP Batam tidak sesuai dengan tugas dan fungsinya. Ini akan mengakibatkan kekacauan dalam tata kelola pemerintahan di daerah,” tegas Osman.

Ia menjelaskan bahwa secara hukum, BP Batam dilahirkan bukan untuk menyelenggarakan pemerintahan. Tiga fungsi BP Batam yang diatur dalam undang-undang hanya meliputi:
1. Pengelolaan
2. Pengembangan
3. Pembangunan infrastruktur

Sementara fungsi pemerintahan tetap berada di tangan pemerintah pusat, kementerian/lembaga, serta pemerintah daerah provinsi dan kota.

Osman juga menegaskan bahwa kewenangan perizinan pada dasarnya merupakan bagian dari penyelenggaraan pemerintahan.

“Izin adalah instrumen untuk pengendalian, penertiban, pelaksanaan, dan kepastian hukum dalam suatu kegiatan. Izin digunakan pemerintah untuk mengawasi aktivitas masyarakat dan dunia usaha agar sesuai aturan, tidak merugikan pihak lain, dan memastikan keberlanjutan serta kepatuhan standar,” jelasnya.

Pos terkait