KABAREKONOMI.CO.ID, BATAM – Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Provinsi Kepulauan Riau, Distrawandi, menilai kebijakan perluasan wilayah kerja Badan Pengusahaan (BP) Batam ke pulau-pulau sekitar berpotensi memicu konflik sosial.
Ia menilai kebijakan tersebut terkesan dipaksakan tanpa mempertimbangkan kearifan lokal maupun kondisi masyarakat pesisir.
Menurut Distrawandi, kebutuhan mendesak masyarakat pulau saat ini bukan pada urusan tata ruang atau status wilayah, melainkan ketersediaan pangan.
“Banyak pulau non-FTZ di Kepri kesulitan mendapatkan beras dan sembako. Kondisi ini lebih mendesak untuk diselesaikan ketimbang memperluas kekuasaan BP Batam,” ujarnya saat dihubungi melalui pesan daring.
Ia menambahkan, mekanisme konsultasi publik terkait kebijakan ini juga dinilai tidak jelas urgensinya. “Nampaknya BP Batam secara tidak langsung dipaksakan menjadi raja kecil yang tidak memperhatikan aspek kearifan lokal dan pesisir,” ucapnya.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2007, perluasan wilayah kerja BP Batam mencakup delapan pulau, kemudian ditambah 14 pulau sehingga total menjadi 22 pulau dengan luas 152.686,44 hektare. Pulau-pulau tersebut sebagian besar merupakan kawasan pesisir yang selama ini dihuni nelayan tradisional.
Dalam kebijakan baru itu, seluruh pulau yang masuk delineasi wilayah kerja ditetapkan sebagai Hak Pengelolaan Lahan (HPL) BP Batam.
Meski hak milik masyarakat tetap diakui hingga masa berlaku habis, status HPL tersebut dikhawatirkan menimbulkan ketidakpastian hukum di masa depan.
“Warga pesisir berpotensi tersingkir jika investasi besar masuk ke pulau-pulau itu. Ketika masa berlaku hak tanah habis, otomatis masuk ke HPL BP Batam, sehingga masyarakat bisa kehilangan kontrol atas lahan adat dan turun-temurun,” jelas Distrawandi.
HNSI Kepri juga menyoroti klausul lain yang menyebut seluruh perizinan dan perjanjian investasi tetap berlaku hingga kontraknya berakhir.
Setelah itu, seluruh proses perizinan berada di bawah kendali BP Batam. Menurut Distrawandi, pola kebijakan ini berisiko memperlebar jurang sosial di masyarakat pesisir. (iman)