KABAREKONOMI.CO.ID, BATAM – Ribuan warga di Kompleks MKGR, Kelurahan Tembesi, Kecamatan Sagulung, Batam, terancam kehilangan legalitas rumah yang mereka tempati. Pasalnya, hingga kini sekitar 1.500 unit rumah di lahan seluas 11,7 hektare tersebut belum mengantongi status hukum yang jelas.
Kondisi ini mendorong warga mendatangi Komisi I DPRD Batam dalam rapat dengar pendapat (RDP) yang digelar Rabu (10/9/2025). Dalam forum tersebut, Ketua Komisi I DPRD Batam, Mustofa, langsung memimpin jalannya pembahasan bersama perwakilan warga, BP Batam, serta pihak terkait lainnya.
Ketua Tim Legalitas Lahan MKGR, Faridon, menjelaskan bahwa permasalahan bermula dari alokasi lahan yang dulunya diberikan BP Batam kepada organisasi Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (MKGR). Namun, sejak 1999 lahan itu berubah fungsi menjadi kawasan perumahan dan diperjualbelikan.
“Dari 1.500 kepala keluarga, baru sekitar 45 persen yang berhasil mendapatkan legalitas. Sisanya masih terkendala administrasi karena seharusnya diselesaikan pihak MKGR, sementara keberadaan organisasi ini sekarang tidak jelas,” ungkap Faridon.
Kebingungan warga kian bertambah karena setiap upaya pengurusan dokumen ke BP Batam selalu terbentur status MKGR. Bahkan, sebagian warga yang sudah mencoba membayar Uang Wajib Tahunan Otorita (UWTO) akhirnya terhenti lantaran ditolak organisasi tersebut.
“Kami jadi bingung, karena kalau tidak ada penyelesaian, rumah kami dianggap liar. Padahal kami membeli rumah dan lahan ini dengan sah,” keluh Rojali, salah seorang warga.
Menanggapi hal itu, Mustofa menegaskan agar BP Batam tidak mempersulit masyarakat yang ingin mengurus legalitas secara mandiri. Ia juga mendorong adanya solusi cepat agar warga tidak terus berada dalam ketidakpastian hukum.
“BP Batam harus memberi gambaran jelas. Warga yang sudah punya sertifikat tapi UWTO tertunggak sebaiknya diprioritaskan penyelesaiannya,” tegasnya.(***)
